kabarlaut.id
Yogyakarta, 14 April 2025 – Program Studi Administrative Legal Studies Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (ALS FH UII) bekerja sama dengan Masykur Isnan and Partners Lawfirm (MIP Lawfirm) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Mengkaji Lembaga Kerja Sama Tripartit Sektoral dalam Kerangka Hukum Ketenagakerjaan.”
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian kerja sama strategis untuk menyusun analisis akademik bersama serikat pekerja dari berbagai sektor penting nasional, termasuk penerbangan, pelabuhan, transportasi, dan sektor strategis lainnya.
Acara dibuka oleh Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D., selaku Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Alumni FH UII. FGD ini dihadiri oleh 16 serikat pekerja/serikat buruh dari BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta, antara lain Serikat Karyawan AirNav Indonesia (SKYNAV), SP Biro Klasifikasi Indonesia (SPBKI), Serikat Karyawan Garuda, GMF Employee Club (GEC), Serikat Pekerja KSO TPK Koja, hingga Asosiasi Pengemudi Seluruh Indonesia dan tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Farudi sebagai perwakilan serikat pekerja menekankan pentingnya transformasi serikat pekerja agar adaptif terhadap perkembangan zaman. “Serikat pekerja harus mengedepankan silaturahmi, konsolidasi struktural, dan intelektualitas untuk menjadi mitra strategis pemerintah dan perusahaan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa peran serikat pekerja harus diperluas tidak hanya pada advokasi normatif, tetapi juga sebagai aktor dalam perumusan dan implementasi kebijakan ketenagakerjaan melalui dialog sosial dan asas Hubungan Industrial Pancasila.
Diskusi publik yang menjadi pembuka FGD dipandu oleh moderator Rama Hendra Triadmaja dan menghadirkan dua narasumber: Ayunita Nur Rohanawati, S.H., M.H. sebagai pemantik pertama, dan Masykur Isnan, S.H., M.H. sebagai pemantik kedua.
Ayunita dalam paparannya menyoroti transformasi hukum ketenagakerjaan dari yang semula bersifat privat antara pekerja dan pemberi kerja, kini berkembang menjadi hubungan yang juga melibatkan peran negara. “Fenomena ini dikenal sebagai sosialisering process, di mana negara turut campur untuk menjamin keseimbangan dan perlindungan bagi pihak yang lebih lemah,” jelasnya. Ia juga menekankan pentingnya pemahaman multidisipliner di era disrupsi (VUCA: Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity) serta penguatan ruh Pancasila dalam hubungan industrial, yang menitikberatkan pada perlindungan kerja, pengupahan, dan kesejahteraan pekerja.
Sementara itu, Masykur Isnan memaparkan bahwa permasalahan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia berakar dari kualitas sumber daya manusia. Ia mengidentifikasi empat isu utama: “Pertama, pelaksanaan hak-hak pekerja yang tidak sesuai ketentuan. Kedua, kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan. Ketiga, minimnya komunikasi yang baik, dan keempat, lambatnya penyelesaian keluhan,” ujar Masykur. Ia menawarkan tiga solusi strategis, yaitu: penguatan intelektualitas serikat pekerja, pengembangan jejaring akademik, dan pembentukan koperasi pekerja sebagai basis ekonomi.
Diskusi publik diakhiri dengan sesi tanya jawab dan dilanjutkan dengan FGD yang dibagi menjadi dua chamber diskusi. Hasil FGD menyoroti urgensi evaluasi terhadap keberadaan dan efektivitas Lembaga Kerja Sama Tripartit Sektoral (LKS Tripartit Sektoral).
“Evaluasi ini penting agar LKS Tripartit Sektoral tidak hanya menjadi opsi, tetapi menjadi keharusan dalam penyelesaian permasalahan sektoral yang selama ini kerap terabaikan,” ungkap salah satu peserta FGD.
Para peserta juga menyoroti perlunya reformasi struktur kelembagaan agar lebih sederhana dan adaptif terhadap kebutuhan sektoral. Keanggotaan dalam LKS Tripartit Sektoral pun diusulkan berdasarkan sistem meritokrasi dan dukungan nyata dari pemerintah sebagai pemangku kebijakan.
FGD ini menghasilkan gagasan strategis untuk pengembangan model LKS Tripartit Sektoral yang berpijak pada prinsip efisiensi birokrasi, keberlanjutan kebijakan, dan konvensi internasional ketenagakerjaan. Rekomendasi ini akan dijadikan basis untuk penyusunan analisis akademik lanjutan bersama para pemangku kepentingan.(erlita)