kabarlaut – Pemerintah Indonesia berencana membuka keran impor selebar-lebarnya untuk berbagai komoditas.Bahkan Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar kuota impor dihapus dan tidak ada persetujuan teknis (pertek) yang selama ini menghambat gerak importir.
Merespon hal itu, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengatakan, Pemerintah perlu lebih berhati-hati dan melalui perhitungan yang matang dan komprehensif terhadap rencana kebijakannya tersebut, lantaran berpotensi membanjirnya produk impor dan melemahkan industri/produk dalam negeri karena semakin tak mampu bersaing dengan produk impor.
Wakil Ketua Umum BPP GINSI Erwin Taufan mengemukakan, j<span;>ika langkah atau rencana yang bakal ditempuh Pemerintah itu tidak melalui kajian atau strategi pendukung yang matang, justru berisiko menggulung sektor industri nasional termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri. Buntutnya, konsumsi didalam negeri akan sangat tergantung terhadap barang asing atau impor.
“Kami bukan tak setuju dengan rencana Pemerintah itu. Tetapi apakah sudah melalu kajian yang matang. Sebagai importir (GINSI) juga selama ini memiliki komitmen untuk menjaga keseimbangan ekonomi dengan tetap memerhatikan kelangsungan industri nasional. Tetapi kalau semua kran impor dibuka tanpa perlu Pertek, maka potensi banjir produk impor di dalam negeri dan bisa pertanda kiamat bagi produk lokal,” ujar Taufan melalui keterangan resminya pada Kamis (10/4/2025).
Dia memaparkan, selama ini GINSI selalu siap mensupport kebijakan Pemerintah yang bertujuan memberikan perubahan ke arah yang lebih baik demi kepentingan perekonomian nasionak.
“Kita support perubahan untuk yang baik, tetapi harus diperhatikan juga kelangsungan industri dalam negeri.Paling tidak, yang menyangkut kebutuhan industri (buat bahan baku) mesti mendapatkan sesuai dengan jumlah kebutuhan produksinya. Tetapi bagi importasi yang hanya bersifat trading tetap harus ada aturan mainnya, gak bisa dilepas kepasar begitu saja,” ucap Taufan.
Namun dia mengingatkan terhadap kategori importasi yang dilakukan oleh produsen (pabrik) yang selama itu benar-benar untuk kebutuhan produksinya orientasi ekspor dan support kebutuhan konsusmi nasional idealnya tidak perlu dibatasi (kuota)-nya, karena jika kouta yang diperlukan namun realisasinya jauh dari kebutuhannya justru menghambat aktivitas industri tersebut.
“Kasihan kalangan industri atau pabrik yang sudah investasi tidak sedikit di dalam negeri yang selama ini benar-benar butuh importasi apalagi jika itu bahan baku. Sebagai contoh, Krakatau Steel, terus bagaimana dia mau support kebutuahan di dalam negeri,” ungkap Taufan.
Sebelumnya Presiden Prabowo, dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025) meminta agar para Menterinya seperti Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, untuk meniadakan aturan menyangkut kuota impor.
“Enggak ada kuota-kuota itu. <span;>Enak saja (khusus kuota untuk beberapa perusahaan). Sudahlah, kita sudah lama jadi orang Indonesia. Jangan pakai-pakai praktik itu lagi. Siapa mau impor daging, silakan! Siapa saja boleh impor. Mau impor apa? Silakan! Buka saja (keran impor). Rakyat kita pandai kok,” tegas Presiden Prabowo.[*]