kabarlaut.id
Para pelaku industri di sektor kepelabuhanan, pelayaran, dan logistik menunjukkan rasa optimisme terhadap prospek pertumbuhan sektor ini meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan global dan lokal dalam dua tahun ke depan.
“Peluang Bisnis Shipping, Kepelabuhanan, Logistik, dan Supply Chain Tahun 2025” menjadi tema seminar yang diselenggarakan oleh Indonesia Port Editor’s Club (IPEC) di Jakarta pada Rabu, 5 Februari 2025.
Kepala Sub Direktorat Tatanan dan Perencanaan Pengembangan Pelabuhan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub, Yan Prastomo Ardi, menyampaikan bahwa konektivitas yang efisien merupakan kunci utama dalam memastikan pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Ini penting untuk mendukung kelancaran distribusi barang dan meningkatkan daya saing nasional. Mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.500 pulau, tantangan logistik yang dihadapi semakin kompleks.
“Namun, berbagai tantangan masih perlu diatasi, seperti tingginya biaya logistik yang menyebabkan ketimpangan ekonomi antarwilayah, terutama antara bagian barat dan timur Indonesia. Selain itu, ketidakseimbangan infrastruktur juga berdampak pada distribusi barang yang tidak merata, sementara ketidakseimbangan kargo menghambat efisiensi operasional pelabuhan dan memperlambat rantai pasok,” ujar Yan.
Seminar ini dipimpin oleh Teguh Basuseto dari Samudera Indonesia dan menghadirkan beberapa narasumber, di antaranya Executive General Manager Pelindo Regional 2 Tanjung Priok, Adi Sugiri, yang mewakili Direksi PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Akbar Djohan, Managing Director Tisco Logistic (perwakilan Emirates Shipping Indonesia) Danny Novianto, serta Presiden Direktur Ocean Network Express (ONE) Shipping, Keishin Watanabe.
Yan juga mengungkapkan bahwa dalam gambaran umum logistik Indonesia, salah satu tantangan utama adalah tingginya waktu bongkar muat di pelabuhan utama, yang berkisar antara 4 hingga 7 hari, serta biaya logistik yang masih tinggi.
“Berbagai reformasi telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini, termasuk peningkatan peringkat Indonesia dalam Trading Across Borders (Doing Business 2020) dan tren positif dalam penurunan dwelling time,” jelasnya.
Namun demikian, Yan menambahkan, sistem logistik nasional masih menghadapi kendala dalam integrasi layanan digital. Masih ada repetisi dan duplikasi dalam proses distribusi yang menyebabkan inefisiensi serta biaya operasional yang tinggi. Oleh karena itu, transformasi digital dan integrasi sistem logistik nasional menjadi langkah strategis yang harus segera diwujudkan guna memperkuat daya saing Indonesia di kancah global.
Di sektor kepelabuhanan, Yan menyebutkan tantangan lain, yaitu konsentrasi arus peti kemas di empat pelabuhan utama, yang masih memiliki kondisi teknis dan kinerja di bawah standar internasional. Selain itu, jaringan pelayaran yang belum optimal, dengan 77% rute masih bersifat port-to-port, sedangkan hanya 23% yang membentuk jaringan loop, meningkatkan biaya transportasi hinterland hingga 50% dari total biaya logistik. Sebanyak 96% pengiriman domestik masih bergantung pada transportasi darat.
“Ketimpangan distribusi muatan (cargo imbalance) yang terkonsentrasi di Pulau Jawa juga menjadi tantangan besar yang perlu segera diatasi,” lanjutnya.
Untuk menjawab berbagai tantangan ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang bertujuan untuk memperkuat konektivitas logistik dengan jaringan 636 pelabuhan, termasuk 28 pelabuhan utama, serta berbagai pelabuhan pengumpul dan pengumpan.
Kebijakan ini bertujuan tidak hanya untuk mendorong investasi dan meningkatkan persaingan, tetapi juga untuk menciptakan sistem operasi yang aman, efisien, dan berkelanjutan, serta memastikan integrasi perencanaan dan perlindungan lingkungan maritim.
“Pelabuhan diharapkan menjadi pilar utama dalam rantai logistik nasional, dan peningkatan kualitas layanan harus menjadi prioritas. Melalui perbaikan operasional, kita dapat mengurangi waktu tinggal kapal, meningkatkan efisiensi pelayaran, dan menekan biaya logistik untuk pelayaran dan industri,” tegas Yan.
Namun, pelabuhan tidak dapat berfungsi secara optimal tanpa dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, operator pelabuhan, transportasi darat, shipping line, eksportir/importir, freight forwarder, asosiasi, serta institusi keuangan dan asuransi sangat penting dalam menciptakan rantai logistik yang efisien dan terintegrasi. Transformasi digital pelabuhan menjadi kunci utama untuk meningkatkan daya saing logistik nasional.
Upaya Pelabuhan
PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) menegaskan bahwa BUMN tersebut telah berupaya maksimal dalam menurunkan biaya logistik nasional. Salah satu indikatornya adalah membaiknya waktu tunggu pelayanan kapal maupun barang (port stay dan cargo stay), serta penurunan dwelling time di pelabuhan.
Menurut Executive General Manager Pelindo Regional 2 Tanjung Priok, Adi Sugiri, penurunan cargo stay dan port stay memberikan dampak positif pada produktivitas pelabuhan. Pelabuhan juga berkontribusi penting pada upaya penurunan biaya logistik secara nasional, sehingga kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan hal tersebut menjadi suatu keharusan.
Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Djohan, menyarankan empat rekomendasi untuk memperbaiki sistem logistik nasional. Pertama, integrasi kelembagaan pemerintah dalam regulasi, tata kelola, dan implementasi kebijakan tentang rantai pasok dan logistik dengan pembentukan Badan Logistik Nasional. Kedua, meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan pelaku usaha logistik secara nasional sejak tingkat sekolah menengah. Ketiga, memanfaatkan incoterm ex-work, FCA/FOB dalam pembelanjaan BUMN/BUMD dan lembaga negara untuk memaksimalkan peran sektor swasta dalam impor dan perbaikan incoterm pada transaksi ekspor. Keempat, kebijakan yang mendorong pelaku usaha nasional untuk lebih berdaya saing dan mengurangi dominasi logistik asing, serta perbaikan sistem pembiayaan dan perpajakan.
Shipping Tumbuh 5-10%
Sementara itu, Danny Novianto menyampaikan bahwa meskipun ada tantangan, Indonesia memiliki peluang besar dalam bisnis shipping dan logistik jika mengikuti tren perkembangan industri global. Digitalisasi dan pengembangan infrastruktur adalah faktor kunci untuk mendukung pertumbuhan tersebut. Danny juga mendorong kolaborasi dengan pemain global dalam sektor ini.
“Digitalisasi dan pengembangan infrastruktur di sektor kepelabuhanan sangat penting. Kami mendorong pelabuhan di Indonesia untuk melakukan digitalisasi peralatan-peralatan di pelabuhan. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi layanan dan daya saing pelabuhan,” kata Danny.
Keishin Watanabe, dari Ocean Network Express (ONE), juga menambahkan bahwa kinerja pelayaran saat ini dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik, perang dagang, dan faktor internal seperti kompetisi dan aliansi pelayaran.
“Sejak 2024 hingga sekarang, industri pelayaran global sangat dipengaruhi oleh ketegangan politik di Laut Merah. Perubahan rute pelayaran akibat konflik ini menyebabkan waktu perjalanan lebih lama dan memerlukan lebih banyak kapal. Hal ini diperkirakan akan berlanjut hingga kuartal ketiga tahun ini,” ungkap Watanabe.
Dia juga mencatat adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan, di mana pasokan tumbuh lebih dari 5%, sementara permintaan hanya tumbuh sekitar 2,8%.
“Pasar pelayaran main liner operator (MLO) di Indonesia, termasuk ONE, cukup menjanjikan. Kami memprediksi pasar pelayaran oceangoing Indonesia tahun ini akan tetap tumbuh antara 5 hingga 10%,” tutupnya.(erlita)