News

Kebijakan Impor kudu Sejalan Dengan Supply Chain

×

Kebijakan Impor kudu Sejalan Dengan Supply Chain

Sebarkan artikel ini

kabarlaut.id – Kalangan Pelaku usaha menanggapi serius isu penumpukan kontainer barang impor yang terjadi di pelabuhan selama beberapa waktu terakhir.

Situasi ini telah menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi alur logistik maupun kelancaran distribusi barang di dalam negeri.

Para pengusaha memahami bahwa penumpukan kontainer yang terjadi bukan semata-mata kesalahan kebijakan pemerintah. Sebaliknya, hal ini juga dipengaruhi oleh kesiapan pelaku usaha dalam memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh kebijakan pemerintah tersebut.

Oleh karena itu, diperlukan sinergi yang lebih baik antara pemerintah dan pelaku usaha untuk mengatasi masalah ini.

Namun, langkah pemerintah untuk membebaskan kontainer yang tertahan dengan mengubah kembali kebijakan, dalam hal ini Peraturan Menteri Perdagangan, justru menimbulkan kebingungan bagi pelaku usaha.

Perubahan kebijakan yang terlalu sering dilakukan terhadap regulasi impor juga berpotensi menciptakan ketidakpastian dan kesulitan bagi pelaku usaha dalam menyesuaikan diri dengan peraturan yang berlaku.

Padahal sesuai regulasi, barang-barang yang masuk tanpa dokumen perizinan yang ditetapkan ,seharusnya di-reekspor sebagai langkah yang lebih tepat.

Lebih dari itu, pembebasan kontainer yang dilakukan tersebut menimbulkan pertanyaan bagi pelaku usaha yang selama ini telah mematuhi (comply) semua persyaratan impor yang diberlakukan oleh pemerintah. Ketidakadilan ini dirasakan karena pelaku usaha yang taat aturan seolah tidak mendapatkan perlakuan yang adil dibandingkan dengan mereka yang tidak memenuhi persyaratan.

Ketua bidang Transportasi dan Logistik KADIN DKI Jakarta, Widijanto mengatakan, karenanya, Pelaku usaha berharap pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih konsisten dan adil dalam menegakkan peraturan impor, serta menciptakan lingkungan bisnis yang lebih stabil dan terpercaya.

“Dengan demikian, diharapkan terjadi peningkatan efisiensi dalam distribusi barang dan terciptanya kepercayaan antara pelaku usaha dan pemerintah,” ujarnya, Rabu (22/5/2024).

Widijanto mengingatkan, apapun aturan yang telah diterbitkan Pemerintah, selain harus tersosialisasi dengan baik juga mesti mudah difahami pelaku usaha.

“Jadi mestinya aturan apapun itu, jangan abu-abu,” ucap Widijanto.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia( ALFI) M.Akbar Djohan mengemukakan, terjadinya kasus seperti itu mengindikasikan adanya kebuntuan menyangkut ekosistem logistik atau rantai pasok/supply chain dimana pelabuhan merupakan salah satu dari sistem supply chain itu.

“Dalam supply chain, semua saling terkait dan terhubung seperti ‘rantai’ kalau ada yang rusak akan berimbas pada yang lainnya. Nah, karena kontainer-kontainer itu faktanya berada di pelabuhan seolah-olah penyebabnya di situ. Padahal dalam supply chain semuanya terkait satu sama lain. Jadi semua entitas didalamnya juga bertanggung jawab kalau ada hambatan dalam proses rangkaian supply chain tersebut,” ucap Akbar.

Kepala Badan Logistik dan Rantai Pasok KADIN Indonesia itu juga menegaskan, pembenahan dini untuk mengurangi hambatan di supply chain itu yakni peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) baik di pelaku usahanya maupun di regulator.

“Kalau pemahaman SDM regulator-nya kurang maka output regulasinya akan kontra produktif,” ujarnya.

Disisi lain, Akbar Djohan menegaskan bahwa pihak swasta (pelaku usaha) seperti agen kapal dan forwarder tentu tidak mesti beroperasi 24/7 seperti operasi pelabuhan yang memang tiap hari ada jadwal kapal yang masuk.

Namun untuk mengakomodir kepentingan stakeholders, bisa di optimalkan digitaliasi, seperti melalui sistem National Logistic Ecosystem atau NLE.

“Yang tak kalah penting adalah soal regulasi yang diterbitkan Pemerintah mesti dipastikan bahwa aturan-aturan tersebut harus dikordinasikan dengan seluruh pelaku usaha terkait. Sosialisasinya juga mesti mateng dan waktunya cukup sebelum di implementasikan,” paparnya.

Akbar menegaskan, untuk mengurai benang kusut yang masih terjadi pada supply chain di Indonesia itu, ALFI maupun KADIN mengusulkan agar dibentuk Badan Logistik Nasional, yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Kasus menumpukan ribuan kontainer berisi barang impor yang tertahan di pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak, menyita perhatian lantaran dua Menteri yakni Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menkeu Sri Mulyani turun langsung ke Pelabuhan Tanjung Priok pada Sabtu (18/5/2024).

Gerak cepat kedua Menteri itu, untuk merespons kendala dan hambatan yang dihadapi terkait dengan proses importasi barang saat ini, dan Pemerintah telah memutuskan untuk melakukan pengaturan kembali terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 jo. 3 Tahun 2024 jo. 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, serta menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan yang menetapkan kembali Daftar Barang yang Terkena Larangan Pembatasan Impor.

Pasalnya, pengetatan impor dan penambahan persyaratan perizinan impor berupa Pertimbangan Teknis telah menimbulkan hambatan pada proses perizinan impor serta mengakibatkan terjadinya penumpukan kontainer di sejumlah pelabuhan utama, termasuk Pelabuhan Tanjung Priok.

Hingga saat ini paling tidak terdapat 17.304 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok karena belum dapat mengajukan dokumen impor serta belum diterbitkan Persetujuan Impor dan Pertimbangan Teknis.

Adapun Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang mulai diberlakukan mulai tanggal 17 Mei 2024 memuat sejumlah pokok-pokok kebijakan yang diantaranya yakni relaksasi perizinan impor terhadap 7 kelompok barang yang sebelumnya dilakukan pengetatan impor seperti elektronik, alas kaki, pakaian jadi, aksesoris, kosmetik dan perbekalan rumah tangga, tas, hingga katup.[*]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *