kabarlaut.id- Pelabuhan Sirombu terletak di pesisir barat Pulau Nias dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia berperan sebagai pintu gerbang utama transpotasi laut, Pelabuhan Sirombu menjadi tempat untuk menyuplai komoditas perdagangan antar daerah dan melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, bongkar muat barang, serta turun naik penumpang, adapun komoditi utamanya yaitu karet, kelapa, dan pinang.
Dengan adanya potensi tersebut, maka diperlukan peningkatan daya saing pelabuhan yang berkelanjutan dan perencanaan yang cermat serta pengaturan alur pelayaran yang tepat, aman, dan efisien.
Untuk itu, Direkorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Rencana Penetapan Alur Pelayaran Masuk Pelabuhan Sirombu, Provinsi Sumatera Utara yang berlangsung pada Selasa (10/10/2023) di Bogor.
“Alur pelayaran yang tepat dan efektif akan memberikan manfaat besar, baik bagi para pelaut yang melintasi perairan maupun bagi seluruh komunitas yang bergantung pada aktivitas pelabuhan. Dengan pengaturan alur pelayaran yang baik, kita akan melihat peningkatan dalam efisiensi distribusi barang dan jasa, pengurangan biaya logistik, serta peluang baru bagi sektor pariwisata dan industri lainnya,” ujar Direktur Kenavigasian Capt. Budi Mantoro.
Dia menyatakan bahwa alur pelayaran yang aman dan selamat akan membantu menjaga keberlanjutan lingkungan laut, menjaga keanekaragaman hayati, dan mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem maritim.
Untuk itu, kapal-kapal yang menuju Pelabuhan Sirombu dengan penetapan alur pelayaran sepanjang 551 meter bukanlah sekadar tugas teknis dalam menentukan kedalaman yang ideal, tetapi juga merupakan langkah untuk meningkatkan keselamatan pelayaran.
“Sejatinya penetapan alur pelayaran masuk Pelabuhan Sirombu sudah selayaknya dilaksanakan untuk segera ditetapkan agar memperoleh alur pelayaran yang ideal dan memenuhi berbagai aspek kepentingan keselamatan dan kelancaran bernavigasi serta melindungi kelestarian lingkungan maritim,” tegas Capt. Budi.
“Alur pelayaran harus ditetapkan dengan batas-batas yang ditentukan secara jelas berdasarkan koordinat geografis dan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran. Alur pelayaran juga perlu dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran serta diumumkan melalui maklumat pelayaran maupun berita pelaut Indonesia,” ucap Capt. Budi.
Perlu diketahui bahwa, penetapan alur pelayaran telah diamanatkam dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, bahwa Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menetapkan koridor alur pelayaran, menetapkan sistem rute, menetapkan tata cara berlalu lintas, serta menetapkan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya.
Dalam konteks pengembangan sektor maritim dan perdagangan, penetapan alur pelayaran menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dengan cermat.
Sehingga, terselenggaranya FGD ini menjadi wadah yang sangat tepat untuk membahas terkait potensi, tantangan serta solusi yang terbaik dalam merancang alur pelayaran yang aman, efisien, dan berkelanjutan.
Capt. Budi mengingatkan agar fokus pada tujuan bersama, yaitu mengoptimalkan alur pelayaran masuk Pelabuhan Sirombu agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan perkembangan wilayah.
Saat ini, Pelabuhan Sirombu memliki panjang ± 551,32 m / 0,297 NM dengan lebar 150 m dan kedalaman -9 mLWs hingga -11 mLWs. Kedalaman area sandar -6 mLWs dengan sistem rute dua jalur.
Berdasarkan data alur tersebut, maka ukuran kapal dengan draft maksimal 5 yang dapat masuk ke alur pelayaran Pelabuhan Sirombu. Sedangkan untuk Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) dibutuhkan rencana MPMT di depan alur pelayaran masuk Pelabuhan Sirombu.
Dalam acara tersebut, turut hadir Kepala Distrik Navigasi Tipe A Kelas III Sibolga Abdul Muis menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak terkait serta para ahli yang telah menyampaikan gagasannya melalui FGD ini.[*]