kabarlaut.id -CEO Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengatakan berapa pun skor/peringkat Logistics Performance Index (LPI) perlu disikapi secara bijak sebagai masukan untuk perbaikan sektor logistik.
Peningkatan atau penurunan peringkat LPI harus diterima secara terbuka. Jangan sampai kita hanya mau menerima ketika peringkatnya naik dan melakukan penolakan ketika turun.
Hal itu disampaikan Setijadi melalui siaran pers Rabu (19/7/2023), menyikapi munculnya berbagai tanggapan dan pembahasan dari berbagai pihak menyusul penurunan skor LPI Indonesia tahun 2023 sebanyak 17 peringkat ke posisi 63 dari posisi 46 (tahun 2018).
LPI 2023 dirilis Bank Dunia berdasarkan enam dimensi, yaitu: Customs, Infrastructure, International Shipments, Logistics Competence and Quality, Timelines, dan Tracking & Tracing.
Di antara negara-negara ASEAN, peringkat LPI 2023 yaitu tertinggi Singapore (peringkat 1), disusul Malaysia (31), diikuti Thailand (37), Philippines (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Cambodia (116), dan Lao PDR (82).
Setijadi mrngatakan SCI mengapresiasi penyelenggaraan Bincang Stranas PK yang bertajuk “Kok Bisa, Rapor Logistik Turun Saat Pelabuhan di Indonesia masuk 20 Besar Terbaik Dunia” di Jakarta pada 18 Juli 2023, sebagai analisis perbaikan kinerja logistik terkait penurunan LPI Indonesia.
Hadir sebagai pembicara kunci Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Ketua KPK/Koordinator Timnas PK Firli Bahuri, dengan para pembicara Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK selaku Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan, Dirut Pelindo Arif Suhartono, Senior Logistics Specialist & Consultant the World Bank Indonesia Lamiaa Bennis, CEO Supply Chain Indonesia Setijadi, dan Senior Trade Logistics Expert STC Rotterdam Henry Sandee.
Menurut Setijadi, LPI tidak menggambarkan kinerja sektor logistik secara keseluruhan atau biaya logistik secara spesifik. Namun, LPI bisa merupakan fenomena gunung es yang mengindikasikan keberadaan berbagai persoalan dalam sektor logistik.
Tanpa melihat perubahan peringkat atau perbandingannya dengan negara lain, LPI pun dapat digunakan untuk analisis perbaikan, yaitu dengan menganalisis perubahan skor setiap dimensi. Misalnya analisis dan prioritas perbaikan pada dimensi-dimensi dengan penurunan skor terbesar pada LPI 2023, yaitu Timelines (turun dari 3,7 menjadi 3,3).
Peningkatan LPI itu harus dilakukan secara sistematis dengan program-program yang terintegrasi antar kementerian/lembaga dan para pihak terkait, termasuk pelaku usaha sektor logistik. Diperlukan penunjukan kementerian/lembaga sebagai penanggung jawab peningkatan LPI dan pengembangan sektor logistik secara keseluruhan, yang sekarang belum ada.
Oleh karena itu, selain mengenai pembentukan lembaga permanen bidang logistik, pada Forum Stranas PK itu, SCI kembali menyampaikan dua langkah strategis pengembangan sektor logistik lainnya, yaitu revisi Perpres 26/12 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional dan pembentukan UU logistik.(wilam chon)