kabarlaut.id – Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menyatakan keberatan rencana perpanjangan kebijakan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard) di Indonesia dan sekaligus meminta pemerintah RI segera mengumumkan produk apa saja yang akan terkena jika perpanjangan safe guard dilakukan termasuk tambahan bea masuknya.
Pasalnya, pengenaan biaya tambahan terhadap produk tertentu yg di impor, tidak menjamin berkembangnya produk dalam negeri baik dari kualitas maupun varian selama tidak pernah di diagnosa dengan benar penyebab tidak bisanya produk dalam negeri bersaing dengan impor terutama dari sisi biaya.
Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Capt Subandi, mengungkapkan hal tersebut menanggapi rencana perpanjangan kebijakan safeguard oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan.
Dia mengemukakan, perlindungan yang berlebihan terhadap produk lokal justru berpotensi membuat industri kita menjadi ‘malas’ dan hanya memanfaatkan kesempatan tanpa berupaya untuk berkembang.
“Bahkan justru nantinya, kalau tidak ada kompetitor harga produk lokal juga jadi mahal dan bisa menurunkan daya beli masyarakat dan menurunkan kreatifitas,” kata Capt Subandi, Rabu (19/7/2023).
Karenannya, menurut GINSI untuk melindungi industri dan produk dalam negeri justru Lebih baik dengan aturan larangan dan prmbatasan (lartas) terhadap produk impor yang hendak masuk, dan tidak perlu melalui perpanjangan safe guard.
Sebelumnya, dalam kesempatan public hearing yang dilakukan Kemendag, menyebutkan bahwa tindakan safeguard adalah bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif dari meningkatnya impor barang-barang tertentu.
Namun, para pelaku usaha berkesimpulan menolak adanya rencana perpanjangan kebijakan safeguard/tindakan pengamanan perdagangan tersebut.
Pada public hearing itu, pelaku usaha berpandangan bahwa tindakan safeguard yang diberlakukan harus sesuai dengan perjanjian perdagangan internasional yang telah ditandatangani oleh Indonesia, seperti perjanjian World Trade Organization (WTO) dan perjanjian perdagangan lainnya.
Oleh sebab itu, pelaku usaha meminta Kementerian Perdagangan harus memastikan bahwa tindakan safeguard yang diterapkan tidak melanggar komitmen perdagangan internasional yang telah diikuti oleh Indonesia.
Dari hasil public hearing itu terungkap, berikut dampak negatif adanya perpanjangan kebijakan tindakan pengamanan perdagangan:
1.Peningkatan harga barang impor: Kebijakan safeguard dapat mengakibatkan peningkatan harga barang impor yang terkena tindakan tersebut. Hal ini dapat mengurangi daya beli konsumen dan menimbulkan inflasi di pasar domestik.
2. Terbatasnya akses pasar: Tindakan safeguard dapat membatasi akses pasar bagi produsen asing. Hal ini dapat menyebabkan penurunan daya saing produk dalam negeri karena kurangnya persaingan. Produsen domestik juga mungkin menjadi terlalu bergantung pada pasar lokal, tanpa terdorong untuk memperbaiki kualitas atau menekan biaya produksi.
3. Retaliasi internasional: Negara-negara lain dapat merespon kebijakan safeguard dengan menerapkan kebijakan serupa terhadap barang-barang ekspor Indonesia. Hal ini dapat mengurangi peluang ekspor dan mempengaruhi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
4. Kurangnya inovasi dan pembaruan teknologi: Dengan adanya pengamanan perdagangan yang melindungi produsen domestik, tidak ada tekanan untuk terus berinovasi atau mengadopsi teknologi baru. Akibatnya, potensi peningkatan efisiensi dan kualitas terhambat.
5. Kemunduran dalam integrasi ekonomi global: Kebijakan safeguard yang terlalu sering atau berkepanjangan bisa menyebabkan isolasi ekonomi dan kemunduran dalam integrasi ekonomi global. Hal ini dapat mengurangi potensi kerjasama dan pertukaran dagang dengan negara-negara lain.
6. Menimbulkan ketidakpastian: Dalam jangka panjang, perpanjangan kebijakan safeguard dapat menciptakan ketidakpastian bagi para pelaku bisnis, baik dalam negeri maupun luar negeri. Ketidakpastian ini dapat menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.